Minggu, 14 Desember 2014

Dilema Orang Jawa - Sampeyan Tiyang Jawi?

Aih, andai aku bukan orang Jawa.
Mungkin aku nggak perlu "menikmati" omongan sekasar,
seenggak pantes,
dan seengggak beretika kaya gitu~ *Y.A.N.N*


  Hai teman-teman, bagaimana kabarnya nih? Semoga baik-baik saya ya. Masih bersama Stanley Wijaya nih di blognya yaitu www.faktakita.com yang akan selalu menemani kalian di waktu dan kesempatan yang ada. Sudah 2 bulan tepat nggak ngeblog nih, tangan mulai gatel dan sebenarnya banyak cerita yang ingin di share. Namun apa daya, kesibukanku disini, jadwal dari sang pembuat acara yang everything "ndadak" serta alasan lainnya sehingga membuatku harus mengurungkan niatku.

  Enam ditambah tiga ditambah tiga, ya! Dua belas tahun. Dua belas tahun sudah aku akhirnya melepas pelajaran Bahasa Daerah (Bahasa Jawa) dari kehidupanku. Tata krama dan tata bahasaku dibentuk dalam pelajaran itu. Mulai dari kelas 1 SD yang masih cupu bin unyu sampai kelas 12 SMA yang dimana saat berebut kursi di perguruan tinggi. Aku orang Jawa, walaupun banyak yang lebih "Jawa" daripadaku. Dua belas tahun sudah aku belajar bahasa daerah yang masih terbagi menjadi berbagai bahasa lagi: basa ngoko, basa ngoko alus, basa ngoko madya, basa ngoko lugu, boso krama, basa krama alus - krama inggil, dan mungkin banyak basa (bahasa) jawa yang belum saya sebutkan.

  Magetan, ya kotaku bisa dikatakan mengadopsi bahasa jawa di kehidupan sehari-hari. Coba saja teman-teman datang kesana, bahasa Jawa pun akan selalu terlontar halus dari sambutan perkataan masyarakat Magetan. Bukan hanya karena mereka adalah orang "Jawa", namun mereka juga "Njawani". Artinya mereka juga menghayati kehidupan mereka sebagai orang Jawa bukan dari perkataan saja, namun dari tindakan sehari-hari. Misalkan ketika ada pendatang baru atau orang yang belum mereka kenal, mereka selalu menyambutnya dengan bahasa krama alus - krama imggil (bahasa yang menurut saya sangat halus apabila responden belum mereka kenal). Bahkan tak sedikit dari mereka yang siap mengantarkan ke tempat tujuan tanpa mengharapkan imbalan. Ya, "Njawani".

  Kurang lebih 17 tahun aku hidup di kota penuh etika dan sopan santun. Bahkan kedua orang tuaku pun yang mempunyai basic orang Jawa, juga mengajarkan tata krama dan tata bahasa kepadaku. Membuat sisi "Jawa" dalam kehidupanku semakin kental. Aku senang karena sudah sejak dini dilatih etika ku untuk menghargai perasaan orang lain dengan bahasa jawa yang juga terdiri dari banyak bahasa. Aku justru bangga..

  Namun, saat ini aku harus menempuh pendidikan di kota Surabaya. Ya, kontras sekali dengan Magetan. Aku bersyukur karena masih bertemu dengan kakak kelas, dosen, ibu kos, bahkan petugas kebersihan yang menerapkan etika jawa dalam kehidupan mereka. Mereka secara ramah menyambut, menunjukkan bahwa apapun posisi mereka, mereka masih mempunyai etika untuk mereka banggakan. Saya pun juga suka dan bangga kepada teman-teman saya dari daerah luar Jawa yang mau untuk belajar bahasa Jawa untuk beradaptasi. Saya salut kepada mereka! *applause*

  Juga tak sedikit mereka yang "sok" sebagai orang Jawa. Dengan secara emosi maupun tidak meluapkan segalanya dengan cara "misuh" (arti: kata kotor atau kata kasar). Sebagai orang Jawa seharusnya mempunyai etika, tata bahasa, dan tata krama. Hanya satu kalimat yang ingin saya katakan:

SAMPEYAN TIYANG JAWI??

Wong Jowo kudune njawani Mas-Mbak, Dek, Buk-Pak, (lsp..)

Kamus Otodidak Bagi yang ingin berubah:
ASU : bapak'e kirik
Paningal : Mata 
Cekap Semanten : Cukup Sekian

  Jangan bangga karna Anda bisa meluapkan "misuh" kepada orang lain. Bercerminlah, apakah dirimu pantas menyandang predikat sebagai orang jawa. Apa sudah bisa "NJAWANI", apa sudah bisa beretika, bertata krama, dan bertata bahasa layaknya orang Jawa atau orang yang berusaha belajar bahasa Jawa? Jangan pernah berbangga ketika Anda misuh lalu dilihat "WOW KEYEEN" (Baca: Keren). Justru itu merendahkan diri Anda. Jangan pernah bangga dan berharap dinilai sangar atau ditakuti, lihatlah petugas kebersihan yang dimana posisi mereka mungkin tidak berarti dimata Anda, namun menurut saya mereka sangat berarti bahkan mempunyai etika dan tata krama LEBIH daripada *ehem misuhers*.

 Ya kita sama-sama belajar disini, saya juga masih belajar bagaimana "njawani - njowoni". Saya belum ahli, karena masih banyak yang lebih ahli berbahasa jawa dan bertata krama daripada saya. Hanya pendapat dan pandangan belaka. Mungkin sedikit rekomendasi dari saya nih, misuh boleh kok *boleh banget* tapi kalo pake basa krama alus - krama inggil ya... atau misuh pake bahasa inggris deh ^^ *Can You Complete My Challenge?*

  Demikian postingan blog dari saya, mohon maaf apabila ada kata-kata yang menyinggung di hati. Apabila ada lebihnya itu merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa. Terima kasih dan sampai jumpa!!! *saya berusaha ngupdate blog ini lagi kok, semoga bisa :D*

2 komentar:

  1. Mungkin misuh sudah jadi kebiasaan mas (mungkin ya mungkin)
    Saya orang kediri mas, salam kenal nggeh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ada kalanya kita harus meninggalkan kebiasaan buruk untuk menghargai sebuah pluralitas :D

      Hapus