Kamis, 07 Februari 2013

Regina Pacis : KOKI Edisi 193

Yos24:1-2.15-17.18;Ef5:21-32,Yoh6:60-69
            Pernyataan Petrus: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? SabdaMu adalah sabda hidup yang kekal. Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah yang Kudus dari Allah” mengekspresikan iman dan komitmen total Petrus pada Yesus. Lalu bagaimana kita membangun komitmen yang setia pada Tuhan Yesus?
            Pertama, komitmen untuk setia dijalin atas dasar relasi atau hubungan pribadi dengan Yesus, bukan sekedar banyaknya ayat hafalan kitab suci yang kita kuasai. Relasi pribadi berarti menyediakan waktu special buat Tuhan  dalam ketekunan doa, meditasi, refleksi, dan baca kitab suci.
            Kedua, Penggalan lagu:  Meskipun badai silih berganti dalam hidupku, ku tetap cinta Yesus adalah ungkapan nyata bahwa komitmen total untuk setia hendaknya kokoh saat menghadapi ujian. Justru ujian, persoalan, tatangan hidup adalah kualitas pembaik bagi kesetiaan kita.
            Ketiga, Komitmen untuk setia pada Yesus harus nyata terbukti pada kecintaan pada sesama. Kesetiaan pada Yesus tak boleh bertabrakan atau bertentangan dengan tugas dan panggilan hidup sehari-hari. Relasi akrab dan setia pada Yesus haruslah memampukan kita membangun persaudaraan dengan orang lain. Sejauhmana upaya kita mewujudnyatakan komitmen setia itu dalam paroki kita?

Senin,2Tes1:1-5.11-12, Luk 7:11-17
Penderitaan sesama hendaknya membuka kesempatan kita untuk memperbanyak kemurahan hati dan peluang mematangkan iman kita.
Selasa, 2Tes2:1-3.13-17;Mat 23:23-26
Orang dikatakan celaka apabila tak bisa membedakan mana yang penting, utama dengan yang sampingan. Dan diperparah dengan ketidakharmonisan  antara yang lahir dengan yang batin.
Rabu, Yer 1:17-19; Mrk 6:17-29.
Dengan tanpa sangsi St Yoh Pembaptis menderita belenggu di dalam penjara dan meletakkan hidupnya sebagai kesaksian terhadap Penebus kita, karena ia pendahuluNya.
Kamis, 1 Kor 1:1-9;Mat 24:42-51
Berjaga-jaga berarti sikap sigap, proaktif diri kita untuk mengambil inisiatif pertama dalam melakukan apa yang benar dan terarah pada kehendak Allah. Jangan terlena oleh kesibukan duniawi.
Jumat, 1Kor 1:17-25; Mat 25:1-13
Yang membedakan orang bijak dan bodoh adalah setalah bangun tidur. Orang bijak selalu mempersiapkan dirinya, bekerja keras dan penuh mengrbanan sedangkan orang bodoh cari enaknya sendiri, tak mau bekerja keras.
Sabtu, 1Kor 1:26-31; Mat 25:14-30
Talenta entah itu kemampuan, kecerdasan, pengetahuan, iman, pelayanan, waktu dan seluruh hidup kita adalah pemberian Tuhan untuk dimanfaatkan mencintai, mengenai dan melayaniNya.
Minggu, Ul 4:1-2.6-8, Yak 1:17-18.21-27, Mrk7:1-23. Siapa yang diam di kemahMu Tuhan? Orang yang tidak bercela, melakukan yang adil, mengatakan kebenaran, tidak menyebarkan fitnah, tak berbuat jahat pada sesamanya. Yang hatinya dan pikirannya baik.

Menu utama:
Kebiasaan memberikan Stipendium

                Menurut Kitab Hukum Kanonik tahun 1983 (KHK), Stipendium adalah sumbangan suka rela umat beriman dalam bentuk uang kepada seorang imam dengan permintaan agar dirayakan satu atau sejumlah Misa untuk ujud/intensi dari penderma. Stipendium merupakan balas jasa dari penghargaan suka rela untuk seorang imam yang telah melayani suatu kebutuhan umat beriman.
                Stipendium (uang) yang diberikan itu bukan ‘harga’ Misa, melainkan derma untuk keperluan sehari-hari imam, dengan syarat imam itu mempersem-bahkan misa untuk ujud seperti yang diminta si penderma. Sebenarnya satu stipendium itu identik dengan satu misa. Maka kalau ada yang bertanya, berapa besarnya stipendium, rumusannya adalah kurang lebih sebesar kebutuhan hidup seorang imam untuk satu hari. Mengapa sebesar itu? Karena normalnya seorang imam mempersembahkan sehari satu misa saja. (Kalau di beberapa paroki ada imam yang mempersembahkan lebih dari satu misa, itu karena alasan pastoral. Kebutuhan umat akan pelayanan sakramen ekaristi banyak, sementara jumlah imam yang ada, tidak sebanyak kebutuhan itu.
                Alasan, stipendium diberikan sebesar kebutuhan hidup maksudnya supaya jangan sampai ada pastor yang tidak bisa melayani karena tidak tercukupi kebutuhannya. Dengan kata lain, karena pekerjaan pokok dan utama seorang imam adalah pelayanan pastoral seperti itu, maka dia juga harus dijamin supaya bisa hidup cukup pada hari itu.
                Maka demi keadilan dan sekaligus solidaritas para imam, beberapa keuskupan membuat aturan tentang Stipendium ini. Catatan: Seorang imam tidak boleh menolak mendoakan suatu intensi yang diminta umat hanya karena umat itu tidak mampu memberikan stipendium. Jadi dalam hal ini jelas bahwa imam tidak boleh mengikat suatu intensi dengan stipendium. Juga tidak boleh mengukur ketulusan pelayanan untuk mendoakan intensi umatnya dengan besar atau kecilnya stipendium yang diterimanya.
                Iura stolae adalah: sumbangan umat beriman kepada seorang imam yang melaksanakan perayaan sakramen (misalnya: baptis, perkawinan) atau melakukan suatu pelayanan pastoral lainnya seperti pemberkatan rumah.
                Kebiasaan yang berlaku umum di paroki-paroki di indonesia, Iura Stolae yang diberikan kepada imam biasanya disérahkan ke Keuskupan (via paroki). Artinya, Iura stolae tidak boleh masuk kantong pribadi imam, tetapi diserahkan ke keuskupan.
                Jika demikian, romonya dapat apa?  Bila imam yang melakukan pelayanan itu berasal dari luar paroki, maka paroki tempat dia melakukan pelayanan itu, menerima (mengambil) iura stolae tersebut, dan sebagai ucapan terima kasih, paroki akan memberikan “honor” kepada imam yang bersangkutan. Tetapi, kalau imam yang melakukan pelayanan itu adalah pastor yang bertugas di paroki itu, dia menyerahkannya kepada keuskupan. Setiap akhir bulan dia akan mendapatkan “honor“ sesuai dengan kesepakatan di keuskupan itu.
(diambil dari berbagai sumber)

Hidangan ringan: Mengenal St. Agustinus


            Agustinus lahir di Tagaste, 13 November 354, ibunya bernama Monika, seorang Kristen yang saleh. Masa muda yang cerdas namun tidak didasarkan pada pengolahan hati yang benar sehingga ia hidup dalam budaya yang hedonis. Dia bergabung dengan orang muda yang melampiaskan nafsu seksualnya dengan para wanita. Namun Ia sadar dan bertobat: Berapa lama Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?
            Dalam masa krisis itu, Monika ibunya sangat berjasa dalam perubahan hidupnya. Agustinus lalu terdorong untuk mengambil dan membaca kitab Suci: “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari...kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Rom 13:13-14). Sejak saat itu ia bertobat dan memulai hidup baru. Agustinus menjadi uskup tgl 24 April 387. Ia dikenal sebagai pengkotbah yang ulung, dan ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mencari dan mencintai Tuhan serta membawa sesamanya untuk juga mencintaiNya. Gelisah hatiku sebelum beristirahat padamu Tuhan, itulah kata yang indah dari st Agustinus.
            Dalam bukunya: Pengakuan, Agustinus banyak menulis tentang keutamaan-keutamaan St.Monika selama hidupnya dan pengalaman hidupnya bersama dengan bundanya ini. ***

Menu katekese liturgy:
Doxologi Penutup

            Bagian terakhir dari semua Doa Syukur agung adalah doxology penutup. Kata doxology berasal dari kata Yunani doxa, yang berarti yang diarahkan kepada Bapa melalui Putra dalam Roh Kudus.
            Rumusan doxology penutup pada semua Doa syukur Agung dibuat sama. Imam menyanyikan atau mengucapkan:”Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia, dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang masa.” Dan umat menjawab dengan meriah, lantang dan mantap: Amin. Aklamasi “Amin” dapat diulangi beberapa kali sebagai sahutan kegembiraan yang menutup seluruh Doa Syukur Agung.
            Kata “Amin” itu berasal dari bahasa Ibrani amen, yang berarti: setuju, ya demikianlah”. Dengan demikian, kata tersebut menunjuk ungkapan pengakuan, pengambilalihan dan persetujuan bahwa apa yang dikatakan oleh pemimpin doa berlaku pula untuk saya, mengikat saya. Apa yang di-amini? Yang diamini adalah pujian syukur dan hormat kepada Allah Bapa yang mulia melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Pujian Syukur ini sebenarnya sudah dilambungkan umat beriman kepada Allah Bapa melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus sepanjang Doa syukur Agung sendiri. Hanya saja kini pada akhir DSA disampaikan pujian syukur penutup seolah-olah menyimpulkan dan menegaskan kembali apa yang telah dinjukkan selama DSA tadi. Itulah sebabnya Doxology pada akhir DSA ini disebut Doxologi penutup. Dengan demikian, jawaban Amin dari umat sebenarnya tidak hanya mengamini pujian Syukur pada doxology penutup ini saja, tetapi juga untuk mengamini seluruh Doa Syukur Agung yang telah didoakan oleh imam.
(Sumber Katekese liturgy Keuskupan surabaya)

Hidangan utama:
Sifat sifat Hakiki Perkawinan
(berdasarkan  kanon 1056)

Kanon 1056 mengatakan: “Sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak terputuskan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus karena sakramen.”
Sifat-sifat hakiki perkawinan, yaitu monogami dan sifat tak terputuskannya ikatan perkawinan, termasuk paham Perkawinan Katolik. Patut diperhatikan bahwa penafsiran serta penerapannya di dalam Gereja Katolik tak jarang berbeda dengan di kalangan non-Katolik. Kedua sifat hakiki ini berkaitan erat sekali, sehingga perkawian kedua tidak sah, meskipun suami-istri perkawinan pertama telah diceraikan secara sipil atau menurut hukum agama lain, karena Gereja Katolik tidak mengakui validitas atau efektivitas perceraian itu. Dengan demikian suami istri yang telah cerai itu di mata Gereja masih terikat perkawinan dan tak dapat menikah lagi  dengan sah. Andaikata itu terjadi, maka di mata Gereja terjadi poligami suksesif.
a. Monogami
Monogami berarti perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita. Jadi, merupakan lawan dari poligami atau poliandri. Sebenarnya UU Perkawinan RI No. 1 tahun 1974 juga menganut asas monogami, tetapi asas ini tidak dipegang teguh karena membuka pintu untuk poligami, tetapi tidak untuk poliandri.
b. Implikasi atau konsekuensi Monogami
Sebaiknya dibedakan implikasi / konsekuensi moral dan hukum. Di sini perhatian lebih dipusatkan pada hukum. Dengan berpangkal pada kesamaan hak pria dan wanita yang setara, sehingga poligami dan poliandri disamakan:
(1). Mengesampingkan poligami simultan: dituntut ikatan perkawinan dengan hanya satu jodoh pada waktu yang sama.
(2). Mengesampingkan poligami suksesif, artinya, berturut-turut kawin cerai, sedangkan hanya perkawinan pertama yang dianggap sah, sehingga perkawinan berikutnya tidak sah. Kesimpulan ini hanya dapat ditarik berdasarkan posisi dua sifat perkawinan seperti yang dicanangkan Kan. 1056: monogami eksklusif dan tak terputuskannya ikatan perkawinan. Implikasi dan konsekuensi ini lain - tetapi hal ini termasuk moral - ialah larangan hubungan intim dengan orang ketiga.
c. Dasar  Monogami
Dasar monogami dapat dilihat dalam martabat pribadi manusia yang tiada taranya pria dan wanita yang saling menyerahkan dan menerima diri dalam cintakasih total tanpa syarat dan secara eksklusif.
Dasar ini menjadi makin jelas bila dibandingkan dengan alasan dalam UU Perkawinan yang memperbolehkan poligami, yakni: bila istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dan bila istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam pendasaran ini istri diperlakukan menurut sifat-sifat tertentu, dan tidak menurut martabatnya sebagai pribadi manusia. Bdk. Gagasan janji perkawinan: kasih setia dalam suka-duka, untung-malang, sehat-sakit.
Tak jarang dilontarkan argumen mendukung poligami yang dianggap lebih sosial menanggapi masalah kekurangan pria, sedangkan penganut monogami tak tanggap terhadap kesulitan wanita mendapatkan jodoh.  (bersambung minggu depan)
(Sumber: artikel Rm A Dwi Joko, Pr)

2 komentar:

  1. Wahh,. KOKInya banyak banget. Di setiap URL pasti disitu ada KOKInya . SALUT deh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, lumayan nih. Mau mewartakan kerajaan Allah ^^ ^^

      Hapus