Rabu, 28 Desember 2011

Karapan Sapi, Kebudayaan Bangsa Kita

  Karapan Sapi adalah kompetisi atau lomba pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Lomba ini biasanya menggunakan sepasang sapi yang pada bagian pundak dan bagian bahu dipasang sebuah kereta dari kayu. Kereta tersebut adalah tempat joki untuk berdiri serta untuk mengatur sepasang sapi tersebut dalam hal arah dan kecepatan. Ya, "kecepatan" diperlukan dalam perlombaan ini. Joki tersebut beradu cepat untuk mengendalikan sepasang sapi tersebut sampai trek tersebut tuntas. Trek tersebut biasanya sepanjang 100 meter dan waktu yang diperlukan untuk melakoni trek tersebut sangat beragam. Biasanya joki yang handal dapat  membawa sapi-sapinya hanya beberapa detik saja. Sebaliknya, joki yang kurang bisa mengatur kereta sapi tersebut dapat menghabiskan waktu sampai 1 menit.


  Lomba Karapan Sapi yang diadakan pun bervariasi, Karapan Sapi Bupati Cup dan Karapan Sapi Presiden Cup. Untuk Bupati Cup, lomba karapan sapi diadakan setiap 2x setahun. Pemenang dari Bupati Cup tersebut berhak untuk mengikuti Presiden Cup, yang diadakan setahun sekali. Biasanya di Madura, karapan sapi diadakan setiap bulan Agustus dan September. Sehingga pada akhir September ataupun bulan Oktober, diadakan Final Karapan Sapi tersebut. Nah, untuk penyelenggaraan Presiden Cup biasanya diadakan di kota Pamekasan.
   Untuk mengawali perlombaan karapan sapi, biasanya sapi diarak dengan musik gamelan Madura. Gamelan Madura tersebut biasa disebut saronen. Dalam permainan saronen ini terlihat betapa merdu suara alat musik dari Indonesia ini. Bahkan para turis mancanegara pun ingin mencoba memainkan alat musik pengiring karapan sapi ini. Budaya Indonesia baik alat musik, tradisi, atau pakaian adat sekalipun memang menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.



  Para joki pun biasanya menggunakan pakaian adat mereka. "Pesa'an" namanya. Pesa'an tersebut adalah pakaian yang bewarna hitam baik baju maupun celana, dan di bagian dalam bajunya terdapat kaos yang bewarna belang merah dan putih. Pesa'an tersebut semakin membuat estetika karapan sapi semakin tinggi.


  Dalam perlombaan karapan sapi tersebut dibagi dalam beberapa babak. Babak pertama adalah penyelisihan dari kelompok yang menang dan kalah. Nah, dalam babak kedua ini mempertandingkan kelompok yang kalah. Babak ketiga mempertandingkan kelompok yang menang. Kelompok yang menang, akan mendapat Piala Presiden secara bergilir.

Macam-Macam Karapan Sapi :
- Kerap Keni' (Karapan Kecil)
- Kerap Rajha (Kerapan Besar)
- Kerap Onjhangan (Kerapan Undangan)
- Kerap Jhar-Jharan (Kerap Latihan)

   Selain sebagai tradisi secara turun menurun, karapan sapi ternyata dalam menimbulkan "prestise" bagi pemiliknya. Prestise?? Apakah itu?? Prestise adalah perasaan bangga bagi pemiliknya. Bagaimana tidak, jika pemilik sapi yang memenangkan karapan tersebut menang, harga sapi tersebut pasti akan melonjak naik sampai puluhan juta rupiah loo !!. Tentunya kemenangan tersebut diimbangi dengan latihan dan perawatan tertentu. Biasanya sapi-sapi tersebut dirawat oleh seorang "dukun" yang dapat mengerti kebutuhan sapi tersebut. Perawatan sapi tersebut meliputi perawatan luar dan perawatan dalam. Perawatan luar pada sapi tersebut melalui pijatan khusus pada bagian-bagian sapi tersebut. Sedangkan perawatan dalam pada sapi melalui suplemen makanan yang diberikan kepada sapi. Makanan yang diberikan biasanya 80 butir telur, telur tersebut banyak mengandung protein sehingga stamina, kekebalan, daya tahan, dan kekuatan sapi tersebut tetap terjaga. Suplemen makanan tersebut diberikan secara teratur setiap harinya. Selain tugas tersebut, dukun ternyata dapat memberikan mantra-mantra untuk memenangkan pertandingan. Dukun tersebut juga dapat mempengaruhi sapi lawan agar mengalami kekalahan. Dukun tersebut biasanya disewa jasanya oleh suatu tim.


Sedangkan Orang-Orang yang terlibat di dalam Karapan Sapi, antara lain:
- Tukang Tongko (Joki)
- Tukang Tambeng (Penahan Sapi sebelum Start dimulai)
- Tukang Getak (Penggetak Sapi supaya lari maksimal)
- Tukang Tonja (Penjinak Sapi agar mau ikut kemauan pelatihnya)
- Tukang Gubra (Suporter karapan sapi tersebut)

  Selain menggunakan suplemen makanan dan pijatan, ternyata ada cara lain yang digunakan untuk memaksimalkan lari sapi tersebut. Diantaranya adalah menggunakan cambuk yang diberi duri tajam ataupun paku. Cambuk tersebut biasanya diarahkan pada bagian bokong sapi. Cara yang satu ini banyak menimbulkan banyak pro dan kontra terhadap tradisi karapan sapi tersebut. Mengingat sapi juga mempunyai rasa sakit, tetapi mereka juga melakukannya agar sapi dapat berlari secepat mungkin. Biasanya setelah pertandingan, sapi mengalami luka di sekitar bagian pantat akibat cambukan tersebut. Sapi yang mengalami luka-luka tersebut, di beri waktu agar dapat pulih kembali. Memang dalam karapan sapi ini, tidak bisa dihindarkan aksi penyiksaan terhadap sapi karapannya.



  Garis Finish pun tidak jarang membuat pro dan kontra. Akibat keterbatasan alat dan masih memakai cara yang tradisional, para juri pun harus teliti dalam menentukan pemenang karapan sapi. Pengamatan yang salah dapat merugikan pihak yang seharusnya menjadi pemenang. Selain harga sapi yang melonjak naik tersebut, taruhan di pinggir lapangan dan oleh masing-masing kelompok atau tim pun biasa dilakukan. Taruhan tersebut tidak sedikit jumlahnya, biasanya mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.


   Dewasa ini, masyarakat Indonesia pun juga mulai "ogah-ogahan" untuk melestarikan budaya khas Madura ini. Mereka berpendapat bahwa menyakiti sapi bukan suatu kunci untuk mencapai kemenangan yang murni. Mereka simpati, hewanis, dan mengutamakan estetis kebudayaan bukan sengan tusukan pada kaki sapi, pukulan, bahkan olesan dengan bahan penghangat. Mencederai hewan membuat tradisi ini membawa unsur yang sadis, sehingga wisatawan pun mulai banyak yang meninggalkannya. Padahal, karapan sapi ini mempunyai potensi untuk meningkatkan devisa negara dan menaikkan bidang ekonomi di daerah Jawa Timur terutama Pulau Madura.
  Kemenangan yang murni dan bersih harus di upayakan supaya budaya Indonesia semakin diminati di era global ini. Upaya yang harus kita lakukan adalah dengan melatih sapi-sapi kita (bagi joki dan pemilik sapi) dengan maksimal, bukan dengan siksaan dan cambukan yang dapat menimbulkan cidera bahkan kematian pada sapi akibat infeksi. Setelah kita menggunakan pelatihan terhadap sapi, tidak ada salahnya kita mempopulerkan kebudayaan karapan sapi tersebut yang merupakan warisan turun menurun kepada seluruh wilayah Indonesia bahkan dunia sekalipun. Promosi kepopuleran tersebut juga diimbangi dengan jadwal acara yang dapat dilihat di situs resmi Kota Surabaya ataupun daerah Madura serta fasilitas sarana prasarana supaya para wisatawan menjadi aman dan nyaman selama menempati pulau penghasil garam tersebut.



  Cara lain yang tidak kalah efektif dan efisiennya adalah dengan menanamkan sejak dini rasa nasionalisme terhadap Indonesia kepada generasi muda kita supaya mencintai kebudayaan aslinya. Serta sering mengadakan kontes blog yang temanya mempromosikan daerah-daerah di Indonesia, mengingat kita sekarang sudah di era globalisasi dan era modernisasi jadi internet adalah hal yang sudah biasa, kita dengan mudah dapat menyebarluaskan hal-hal yang berkaitan dengan karapan sapi.
  Nah, kita sebagai generasi muda harus melakukan apa saja demi negara kita. Salah satunya adalah melestarikan dan mewariskan tradisi kepada generasi penerus kita agar tradisi khas Indonesia tidak punah apalagi di klaim oleh negara lain.

"So, Cintai kebudayaan asli Indonesia ya teman-teman.
Indonesia, BISA !!!"

2 komentar:

  1. Terima kasih sudah berkunjung.
    Tetap semangat dan keep Blogging.

    Salam.

    BalasHapus
  2. Basuki@ iyaa pak :)
    keep blogging too ^^
    salam blogger :)

    BalasHapus